Sabtu, 25 Maret 2017

efek sedatif pada mencit



PERCOBAAN V

                     EFEK SEDATIF

I. TUJUAN
Mempelajari pengaruh obat penekan susunan syaraf pusat

II. DASAR TEORI
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang belakang) (Tim Penyusun. 2010: 68).
Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi sistem saraf antara lain : mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf tepi (SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar. Sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat yang dapat merangsang SSP disebut analeptika.
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995). 

Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.

Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.

Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.

Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas (anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.


Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995). 
Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995). 
Obat -obat sedatif hipnotik memiliki efek farmakologi yang mirip dengan anestetik umum,jika obat obat tersebut diberikan dengan dosis yang lebih besar efeknya sama dengan anastesi umum. Kedua jenis obat tersebut mempunyai mekanisme yang sama dalam menekan susunan syaraf pusat (mayes,dkk 1974)
Obat obat penenang (antipsikotik) berbeda pengaruhnya dengan hipnotik sebab tidak menimbulkan efek anastetik . Sebai contoh klorpromasin, penekanya pada susunan syaraf pusat tidak begitu dalam sehingga hanya menimbulkan sedasi . Efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik hewan coba. Besar kecilnya pengaruh terhadap koordibasi motorik tersebut dapat menggambarkan besar kecilnya efek sedasi. Oleh sebab itu,efek sedasi ini akan diamati melalui eksperimen dengan binatang , menggunakan parameter rotarod ,daya cengkram ,reflek kornea , dan diameter pupil mata.
Fenobarbital
Fenobarbital, merupakan hablur atau serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak pahit.Sebagai antikonvulsi, fenobarbital digunakan dalam penanganan seizure tonik-klonik (grandmal) dan seizure parsial. Fenobarbital juga berkhasiat sebagai hipnotik sedasi tergantung dosis yang diberikan.
Klorpromazim
Chlorpromazine adalah obat yang termasuk golongan antipsikotik fenotiazina yang bekerja dengan menstabilkan senyawa alami otak. Obat ini dapat digunakan untuk menangani berbagai gangguan mental, seperti skizofrenia dan gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang membahayakan pasien atau orang lain, kecemasan dan kegelisahan yang parah, serta autisme pada anak-anak.
Diazepam
  Diazepam termasuk kelompok obat benzodiazepine yang memengaruhi sistem saraf otak dan memberikan efek penenang. Obat ini digunakan untuk mengatasi serangan kecemasan, insomniakejang-kejang, gejala putus alkohol akut, serta sebagai obat bius untuk praoperasi
III. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
a. Alat suntik
2. BAHAN
a. Hewan uji
b. Phenobarbital
c. Klorpromazim
d. Diazepam
IV. CARA KERJA
1. Mencit (n=20) ditimbang,dan dibagi menjadi 4 keompok masing masin g 5 ekor. Sebelum pemberian obat , hewan diletakan diatas rotarod untuk adaptasi
2. Binatang diberi obat obat secara peroral :
Kelompok kontrol diberikan 0,9% gram fisiologis
Kelompok I : phenobarbital dosis 80mg/kgBB
Kelompok II : klorpromazim dosis 40 mg dan 100mg/kg BB
Kelompok III : diazepam dosis 20-50 mg/kgBB
3. Pada mencit ke 15 , 30, 60, dan 120 menit diletakan diatas rotarod selama 2 menit
4. Catatlah berapa kali mencit tersebut jatuh
5. Selama eksperimen berlangsung ,amati juga : reflek balik badan dan kornea , serta daya cengkram
6. Perhitungan potensi relatif obat diasarkan pada data rotarod, dengan membuat asumsi daya sedatif

V. PERHITUNGAN DOSIS
LARUTAN STOK SEDIAAN EFEK SEDATIF
*klorpromazim
100mg/kgBB x 35g = 3,5mg
Stok = 3,5mg
0,5ml
= 7mg/ml
=35mg/5ml
*diazepam
20mg/kgBBx 35g = 0,7mg
Stok = 0,7 mg
0,5 ml
 = 1,4mg/ml
 = 2,8mg/2mg

PERHITUNGAN
NO
BERAT MENCIT
JENIS PERLAKUAN
 WAKTU PEMBERIAN
1
35g
kontrol
10 : 50
2
30g
luminal
10 : 22
3
40g
Cpz 40mg
11 : 20
4
35g
Cpz 100mg
11:30
5
30g
diazepam
11:25

l LUMINAL
100mg/kgBB berat mencit 30g
Dosis = 80mg x 30g
1000g
  = 2,4mg
VP   = 2,4 mg
1000mg
  =0,024ml
Unit  = 0,024ml x100ml  = 2,4ml
1ml

l KLORPROMAZIM
1. 40mg/kgBB berat mencit 40g
Dosis = 40mg x 40g
1000g
VP   = 1,6mg  =0,22 ml
7mg/ml
Unit  = 0,22ml x 100 unit
1ml
  = 22 unit
2. 100mg/kgBB BB mencit 35g
Dosis = 100mg x 35g
1000g
 = 3,5mg
VP  = 3,5mg  =0,5 ml
         7 mg/ ml
Unit  = 0,5ml x 100 unit =50 ml
1ml
l DIAZEPAM
20 mg /kgBB BB mencit 30g
Dosis = 20mg  x 30g
1000g
         = 0,6 mg
VP   = 0,6 mg   = 0,428 ml
1,4mg/ml
Unit  = 0,428 ml x 100 unit
 1ml
  = 42,8 unit

DATA PENGAMATAN
Metode reflek balik badan dan korneanya
Asumsi daya cengkram
+ = sangat lemah
++ = lemah
+++ =sedang
++++ =kuat
+++++ =sangat kuat


HASIL PENGAMATAN
    Hasil pengamatan berdasarkan daya cengkram mencit akibat efek obat yang diberikan:
NO
Obat yang diberikan
Cengkraman
1
Kontrol negatif
+ + + + +
2
Luminal
+ +
3
Klorpromasin 40 mg
+ + +
4
Klorpromasin 100 mg
+ + + +
5
Diazepam
+


PEMBAHASAN
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan saraf lainnya didalam tubuh biasanya bekerja dibawah kesadaran atau kemauan.
Dalam percobaan ini praktikan dapat memahami obat-obat apa saja yang merangsang atau bekerja pada sistem saraf pusat. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat, yaitu anastetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedativ (menyebabkan tidur), psikotropik (menghilangkan rasa sakit), opioid. Analgetik – antipiretik – antiinflamasi dan perangsang susunan saraf pusat. Anastetik umum merupakan depresan SSP, dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap dan anestetik menguap dan anestetik parental. Pada percobaan hewan dalam farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik parental.Obat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, fenobarbital, diazepam,dan klorpromazim.
Mekanisme Kerja klorpromazim, Chlorpromazine merupakan obat antipsikotik turunan phenotiazine. Mekanisme kerjanya secara pasti tidak diketahui. Prinsip efek farmakologinya adalah sebagai psikotropik dan ia juga mempunyai efek sedatif dan anti-emetik. Chlorpromazine bekerja pada taraf susunan saraf pusat, terutama pada tingkat subkortikal maupun pada berbagai sistem organ. Chlorpromazine mempunyai efek anti-adrenergik kuat dan antikolinergik perifer lemah, serta efek penghambatan ganglion yang relatif lemah. Ia juga mempunyai efek antihistamin dan antiserotonin lemah.
Mekanisme Kerja Diazepam, Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Mekanisme kerja Fenobarbital, Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme kerja menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah teramati pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai reseptor GABA dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA tanpa merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik, fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang terus menerus, ini mendasari beberapa efek kejang fenobarbital pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai selama terapi status epileptikus.
Percobaan kali ini ingin diketahui bagaimana kerja dan efek suatu obat pada sistem saraf pusat. Mekanisme kerja dari anestetik umum adalah bahwa anestetik umum merupakan keadaan depresi umum yang sifatnya reversible dari banyak pusat SSP, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan yang agak mirip dengan pingsan.Anastetik umum ini digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan.
Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit. Jumlah hewan percobaan yang digunakan adalah 4 ekor mencit. Masing-masing mencit menerima perlakuan yang berbeda-beda. Pada percobaan SSP ini, dilakukan perlakuan pada hewan coba efek sedatif. Obat sedatif yang digunakan pada praktikum kali ini adalah diazepam, chlorpromazine, luminal dan CMC-Na sebagai kontrol negatif.  Pembagian mencit yang digunakan adalah satu ekor mencit sebagai kontrol negatif (CMC-Na), satu ekor perlakuan obat diazepam, satu ekor perlakuan obat clorpromazim dengan dosis 40 mg, satu ekor perlakuan obat clorpromazim 100 mg dan satu ekor perlakuan obat luminal. Hewan coba mencit (Mus musculus) yang digunakan adalah yang berjenis kelamin jantan karena hormon hewan jantan lebih rendah dari pada hormon hewan betina sehingga memudahkan pada pengamatan efek dari perlakuan yang diberikan.
Alat yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah kotak kaca untuk perlakuan, jaring besi dan spuit jarum tumpul untuk oral. Pada praktikum kali ini tidak menggunakan rotarod, dikarenakan keterbatasan alat sehingga metode diganti menjadi daya cengkraman dengan menggunakan jaring besi.
Sebelum diberikan obat, mencit ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat badan sehingga dapat menentukan dosis yang diberikan. Adapun berat mencit yang diperoleh adalah 35 g, 30 g, 40 g, 35 g dan 30 g. Setelah mencit ditimbang, kemudian dihitung disesuaikan dengan berat badan mencit tersebut.karena sediaan yang diberikan dalam bentuk suspensi dalam CMC-Na 0,5% sehingga stok sediaan dihitung berdasarkan dosis dengan berat mencit terbesar. Setelah diperoleh dosis berat mencit terbesar, kemudian dihitung volume pemberian masing-masing obat. hasil yang diperoleh dari VP masing-masing mencit 0,024 mL, 0,5 mL, 0,22 mL dan 0,428 mL. Pemberian masing-masing obat menggunakan sonde .Setelah semua bahan dan alat dipersiapkan, hewan uji diurutkan sesuai dengan urutan pemberian obatnya. Setelah posisi mencit sudah benar, barulah obat diberikan dengan hati-hati didalam mulutnya. Harus diperhatikan pula pemberian obatnya terutama pengambilan obat atau saat menyepuit obat dan pemberian pada hewan ujinya, karena kesalahan akan mempengaruhi hasil praktikum. Setelah semua obat selesai diberikan obatnya, kemudian ditunggu selam 1 jam hal ini setelah pemberian, kemudian baru dilakukan uji cengkeraman. Daya cengkeram diamati dengan meletakkan mencit diatas jaring besi. Nilai dari cengkeraman dibedakan menjadi 5 tingkat, yaitu : sangat kuat, kuat, sedang, lemah dan sangat lemah. Untuk memudahkan penilaian, dibuat asumsi cengkraman yang dilambangkan menjadi +++++, ++++, +++, ++ dan + (sangat kuat, kuat, sedang, lemah, sangat lemah).
Pada percobaan ini, untuk kontrol negatif dilakukan dengan pemberian CMC-Na tanpa diberikan obat. Hal ini bertujuan untuk membandingkan kebenaran dan keberhasilan dari praktikum ini. CMC-N a diberikan secara oral dengan sonde pada mencit pertama, kemudian dilihat perilaku mencit. pada kontrol negatif ini tidak menggunakan obat, sehingga mencit masihlah sangat aktif, setelah 1 jam kemudian mencit dilakukan uji cengkraman. Dari hasil uji cengkeraman yang dihasilkan sangatlah kuat karena mencit masih dalam keadaan sadar.
Pada obat luminal setelah pemberian obat selama 1 jam obat mulai bekerja, ditandai dengan perilaku mencit yang mulai berubah. Righting reflexnya sudah hilang, jalannya sempoyongan dan mulai tertidur. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa obat golongan barbiturat memiliki kerja lebih cepat dibandingkan dengan obat-obat golongan lain. Setelah 1 jam kemudian mencit diujikan daya cengkraman, hasilnya pada luminal daya cengkramannya adalah lemah ( + + ).
Pada obat clorpromazine, obat mulai bekerja yang ditandai dengan perilaku mencit yang sempoyongan, mudah terjatuh, dan mulai tidur. Klorpromazine yang digunakan pada praktikum kali ini ada 2 yaitu dengan dosis 40 mg dan 100 mg. Setelah perlakuan, mencit diuji cengkramannya dan diperoleh hasil 40 mg = +++ (sedang) dan 100 mg = ++++ (kuat).
Pada obat diazepam, obat mulai bekerja dimana mencit mulai kehilangan righting reflex, dan reflex balik badan yaitu apabila dibalik badannya tidak melawan. Setelah diperlakukan mencit dilakukan uji cengkraman dan diperoleh hasil + (sangat lemah).
Hasil-hasil tersebut belum sesuai dengan literatur, hal itu kemungkinan terjadi dikarenakan kesalahan-kesalahan praktikan diantaranya kesalahan pembuatan larutan stok, kesalahan pemberian obat, dan berbagai faktor lainnya.

VI . KESIMPULAN
Pada paktikum kali ini kita dapat menyimpulkan sebagai berikut diantaranya yaitu :
1.      Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
2.      Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh obat penekan susunan syaraf pusat.
3.      Dari data pada kelompok di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian antara obat CTM dan diazepam itu efek yang paling kuat sedatifnya yaitu diazepam.
4.      Dari data ANNOVA, hasil yang diperoleh yaitu F hitung (14,29) > F tabel (5,14), Ho ditolak artinya ada perbedaan yang nyata antara perlakuan tanpa obat, ctm dan diazepam




3 komentar:

  1. This way my acquaintance Wesley Virgin's report begins with this SHOCKING AND CONTROVERSIAL VIDEO.

    You see, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he found hidden, "SELF MIND CONTROL" secrets that the government and others used to get everything they want.

    As it turns out, these are the same SECRETS tons of celebrities (notably those who "come out of nowhere") and the greatest business people used to become wealthy and successful.

    You've heard that you use less than 10% of your brain.

    Mostly, that's because the majority of your brainpower is UNCONSCIOUS.

    Maybe this expression has even occurred INSIDE your very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head 7 years back, while driving an unregistered, beat-up garbage bucket of a car without a license and in his bank account.

    "I'm very frustrated with living check to check! When will I finally make it?"

    You've taken part in those thoughts, isn't it right?

    Your very own success story is going to happen. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.

    Learn How To Become A MILLIONAIRE Fast

    BalasHapus
  2. boleh tau daftar pustakanya? terima kasih

    BalasHapus