PERCOBAAN I
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT
I. Tujuan
Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur.
II. Dasar Teori
Senyawa obat adalah zat kimia (sintetik/alami) selain makanan yang bertujuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh, biokimiawi, psikologis dan khususnya untuk diagnosa, pengobatan, melunakkan, penyembuhan, atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan. Obat yang diberikan pada pasien akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada tempat tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau reseptor, obat harus mengalami beberapa proses. Obat yang masuk kedalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja dan menimbulkan efek.
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan umumnya ini didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase :
1. Fase Farmasetik (Fase Disolusi)
Fase ini meliputi proses fabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Karena itu fase ini utamanya ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat. Fase ini berperan dalam ketersediaan obat untuk diabsorpsi ke dalam tubuh (ketersediaan farmasetik).
2. Fase Farmakokinetik
Fase ini meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Fase ini berperan dalam menentukan ketersediaan obat dalam plasma (ketersediaan hayati) sehingga dapat menimbulkan efek. Fase ini termasuk bagian prosesinvasi dan eliminasi. Yang dimaksud dengan invasi adalah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat dalam organisme, sedangkaneliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasiobat dalam organisme.
3. Fase Farmakodinamik
Fase farmakodinamik merupakan interaksi obat – reseptor dan juga proses yang terlibat dimana akhir dari efek farmakologi terjadi. Dari bentuk kerja obat yang digambarkan, jelas bahwa ini tidak hanya tergantung pada sifat farmakodinamika bahan obat.
Absorpsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberian/aplikasi menuju ke sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai target aksi obat. Hal ini menyengkut kelengkapan dan kecepatan prosis tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tapi secara klinik yang paling penting adalah bioavailibilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat dalam persen yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena obat-obat tertentu tidak semua diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian per oral atau dimetabolisme dihati pada first pass metabolism. Obat demikian memiliki biovailibilitas rendah.
Absorpsi obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Sifat fisika-kimia obat
b. Bentuk sediaan obat
c. Dosis obat
d. Rute dan cara pemberian
e. Waktu kontak dengan permukaan absorpsi
f. Luas permukaan tempat absorpsi
g. Nilai Ph cairan pada tempat absorpsi
h. Integritas membran
i. Aliran darah pada tempat absorpsi
Rute pemberian obat (routes of administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteris ini berbeda karena jumlah suplai darah berbeda; enzim – enzim dan getah – getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal – hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, B.G, 1989).
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberikan efek obat sebara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedangkan efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).
Obat dapat menimbulkan efek apabila terjadi interaksi atau kontak dengan obat terlebih dahulu. Kontak terjadi pada temmpat dimana obat diberikan. Berikut ini ada beberapa cara pemberian obat berdasarkan ada tidaknya intervensi saluran pencernaan (melewati gastrointestinal)
a. Enteral
Merupakan cara pemberian obat melalui saluran pencernaan, umunya obat ditujukan untuk efek secara sistemik. Contoh pemberian obat secara enteral yaitu :
1. Per oral (p.o)
Pemberian obat yang rutenya melalui saluran pencernaan dan pemberian melalui mulut. Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum karena mudah digunakan, relative aman, murah dan praktis (dapat dilakukan sendiri tanpa keahlian dan alat khusus). Kerugian dari pemberian obat secara peroral adalah efeknya lama, mengiritasi saluran pencernaan, absorpsi obat tidak teratur, tidak 100% obat diserap.
Tujuan penggunaan obat melalui oral terutama untuk memperoleh efek sistemik, yaitu obat masuk melalui pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh setelah terjadi absopsi obat dari bermacam-macam permukaan sepanjang saluran gastrointestinal. Pemberian oral paling cocok untuk pemberian sendiri. Obat oral harus tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung dan harus menembus lapisan usus sebelum memasuki aliran darah.
2. Sublingual
Absorbsinya baik melalui jaringan kapiler dibawah lidah. Obat-obat ini mudah diberikan sendiri. Karena tidak melalui lambung, sifat kelabilan dalam asam dan permeabilitas usus tidak perlu dipikirkan. Keuntungannya lebih cepat dari pada peroral, karena pada mukosa mulut banyak terdapat pembuluh darah. Namun cara pemberian ini tidak bisa digunakan untuk obat yang rasanya tidak enak, sehingga jenis obat yang dapat diberikan secara sublingual sangat terbatas.
3. Rectal
Berguna bagi pasien yang tidak sadarkan diri atau bahkan anak keci. Umumnya metabolisme lintas pertamanya sebesar 59%. Namun, cara pemberian melalui rektal dapat mengiritasi mukosa rektum, absorpsinya tidak sempurna dan tidak teratur.
b. Parenteral
Cara pemberian ini tidak memasukkan obat ke dalam tubuh melalui saluran cerna. Pemberian obat ini dilakukan dengan menyuntikkan obat kedalam tubuh melalui rute intravena, intramuscular, subkutan dan intraperitoneal.
1. Intravena (i.v)
Biasanya tidak mengalami absorpsi, kadar diperoleh dengan cepat, tepat dan disesuaikan respon serta dapat digunakan untuk larutan iritatif. Onset kerjanya obat cepat karena obat disuntikkan langsung kedalam aliran darah. Berguna untuk situasi darurat dan pasien yang tidak sadar. Obat yang tidak larut tidak dapat diberikan secara intravena.
2. Intramuscular (i.m)
Pemberian obat melalui suntikan dalam jaringan otot, umumnya pada otot pantat dan otot paha (glateus maximus) dimana tidak terdapat banyak pembulu darah dan saraf sehingga relatif aman untuk digunakan. Obat dengan cara pemberian ini dapat berupa larutan, suspensi atau emulsi. Absorbsi obatnya berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Namun, kecepatan absorpsi juga bergantung pada vasikularitas tempat suntikan dengan kecepatan peredaran darah antara 0,027-0,07 ml/menit. Keuntungan menggunakan i.m adalah gastrointestinal dapat dihindari, efek obat cepat dan fleksibel bagi pasien yang sulit menelan. Kerugiannya antara lain : lebih mahal, jika terjadi efek toksik sulit diatasi dan perlu keahlian kusus dalam pemakaian obat.
3. Subcutan (s.c)
Pemberian obat melalui injeksi kedalam jaringan dibawah kulit. Bentuk sediaan yang mungkin diberikan dengan cara ini antara lain larutan dan suspensi dalam volume lebih kecil dari 2 ml. Obat diabsopsi secara lambat sehingga intensitas efek sistemik dapat diatur. Pemberian obat dengan cara ini dilakukan bila obat tidak diabsorpsi pada saluran pencernaan atau dibutuhkan kerja obat secara tepat, misalnya pada situasi akut. Pemberian obat subkutan hanya boleh digunakan pada obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi pada jaringan. Subcutan disuntikkan dibawah kulit dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah. Absorpsi biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.
4. Intraperitoneal (i.p)
Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau terkena hati, karena dapat menyebabkan kematian. Didalam rongga perut ini, obat diabsorpsi secara cepat karena pada masentrium banyak mengandung pembuluh darah. Dengan demikian absorpsinya lebih cepat dibandingkan peroral dan intramuscular. Obat yang diberikan secara i.p akan diabsorpsi pada sirkulasi portal sehingga akan dimetabolisme didalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Phenobarbital
Fenobarbital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkatan anesthesia, koma sampai kematian. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu (Ganiswara, 1995).
Barbiturat secara oral diabsopsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium lebih cepat diabsorpsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara 10-60 menit, tergantung pada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusikan secara luas dan dapat lewat plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%.
Waktu yang diperlukan suatu obat untuk mulai bekerja sampai dengan menimbulkan efek dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Durasi adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari obat pertama kali menimbulkan efek sampai dengan obat tersebut tidak berefek lagi.
2. Onset adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari obat diberikan sampai dengan obat menimbulkan efek.
III. Alat dan Bahan
a. Alat dan Bahan:
1. Spuit injeksi dan jarum (1 – 2 mL)
2. Jarum berujung tumpul (untuk peroral)
3. Sarung tangan
4. Stopwatch
5. Injeksi luminal
b. Hewan uji :
Mencit atau tikus
IV. Cara Kerja
1. Tiap kelas dibagi menjadi 4 kelompok.
2. Masing-masing kelompok mendapat 5 mencit.
3. Berturut-turut kelompok I, II, III dan IV mengerjakan percobaan oral, sub kutan, intramuscular, dan intraperitoneal.
4. Mencit ditimbang dan diperhitungkan volume luminal yang akan diberikan dengan dosis 80 mg/kg BB.
5. Luminal diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai dengan masing-masing kelompok.
a. Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul.
b. Subkutan, masukkan sampai dibawah kulit pada tengkuk hewan uji dengan jarum injeksi.
c. Intramuscular, suntikan ke dalam otot pada daerah oto gluteus maximus.
d. Intraperitoneal, suntikkan ke dalam otot rongga perut. Hati-hati jangan sampai masuk kedalam usus.
V. Hasil dan Perhitungan
1. Perhitungan Volume Pemberian
Membuat larutan stok berdasarkan berat mencit terbesar.
Range mencit 35 g dan 30 g sebanyak 4 ekor.
VP ideal = 0,5 mL
VP untuk 4 mencit = 4 x 0,5 mL = 2 mL ~ 3 mL
Dosis untuk 35 g = 80 mg / kg BB
= 80 mg / 1000 g x 35 g
= 2,8 mg / 0,5 mL
= 16,8 mg / 3 mL
= 5,6 mg / mL (konsentrasi stok)
Injeksi Luminal : 200 mg / 2 mL à 100 mg / mL
100 mg à 1 mL
16,8 mg à 16,8 mg x 1 mL
100 mg
= 0,168 mL ad 3 mL CMC Na 0,5%
Unit yang diambil untuk CMC Na 0,5%
1 mL à 100 unit
0,168 mL à 0,168 mL x 100 unit
1 mL
= 16,8 unit ad 3 mL CMC Na 0,5%
Ø VP untuk mencit 35 g = dosis
Stok
= 2,8 mg
5,6 mg / mL
= 0,5 mL
v Dosis untuk 30 g = 80 mg / kg BB
= 80 mg / 1000 g x 30 g
= 2,4 mg
Ø VP untuk mencit 30 g = dosis
Stok
= 2,4 mg
5,6 mg / mL
= 0,4285 mL
2. Perhitungan uji statistik
Onset
Intra muscular
|
Sub cutan
|
Per oral
|
Intra peritoneal
|
23
|
42
|
116
|
63
|
16
|
43
|
110
|
57
|
14
|
47
|
125
|
53
|
12
|
43
|
120
|
59
|
ƩX1 = 65 ƩX2 = 175 ƩX3 = 471 ƩX4 = 232
ƩX12 = 1.125 ƩX22=7.671 ƩX32 = 55.581 ƩX42 = 13.508
XI = 16,25 XII = 43,75 XIII = 117,75 XIV = 58
ƩXt = 943
ƩX2t = 77.885
N = 16
K = 4
N = 4
Ʃn = 16
1. JK Total = ƩX2t – (Ʃxt)2
N
= 77.885 – (943)2
16
= 77.885 – 55.578,0625
= 22.306,9375
2. JK Antar Kelompok = ƩX2 ak
JKak = (65)2 + (175)2 + (471)2 + (232)2 _ (943)2
4 4 4 4 16
= 1.056,25 + 7.656,25 + 55.460,25 + 13.456 –
55.578,0625
= 77.628,75 – 55.578,0625
= 22.050,6875
3. JK Dalam Kelompok = JKt – JKak
= 22.306,9375 – 22.050,6875
= 256,25
4. RJKak = JKak
K – 1
= 22.050,6875
( 4 – 1)
= 7.350,229
5. RJKdk = JKdk
Ʃ(ni – 1)
= 256,25
4 ( 4 – 1)
= 256,25
12
= 21,354
F hit = RJKak
RJKdk
= 7.350,229
21,354
= 344,208
Daftar I (tabel)

= 3,49
Ʃ(ni – 1) à 12
F hit > F tabel
344,208 > 3,49 à ada perbedaan antar kelompok
Jadi, adaperbedaan antar kelompok
Sehingga dilakukan uji scheffe
F hit = (Xa – X j)2 .
RJKdk + RJKdk
na ni
1.) Kelompok I vs Kelompok II
F hit = (16,25 – 43,75)2 .
21,354 + 21,354
4 4
= 756,25
10,677
= 70,829
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 70,829 à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I.M dan S.C
2.) Kelompok I vs Kelompok III
F hit = (16,25 – 117,75)2 .
21,354 + 21,354
4 4
= 10.322,25
10,677
= 964,901
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 964,901à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I.M dan P.O
3.) Kelompok I vs Kelompok IV
F hit = (16,25 – 58)2 .
21,354 + 21,354
4 4
= 1.743,0625
10,677
= 163,253
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 163,253à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I.M dan I.P
4.) Kelompok II vs Kelompok III
F hit = (43,75 – 117,75)2 .
21,354 + 21,354
4 4
= 5.476
10,677
= 512,878
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 512,878à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok S.C dan P.O
5.) Kelompok II vs Kelompok IV
F hit = (43,75 – 58)2 .
21,354 + 21,354
4 4
= 203,0625
10,677
= 19,018
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 19,018à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok S.C dan I.P
6.) Kelompok III vs Kelompok IV
F hit = (117,75 – 58)2 .
21,354 + 21,354
4 4
= 3.570,0625
10,677
= 334,369
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 334,369à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok P.O dan I.P
Durasi
Intra muscular
|
Sub cutan
|
Per oral
|
Intra peritoneal
|
312
|
421
|
190
|
277
|
321
|
403
|
184
|
289
|
308
|
397
|
201
|
260
|
319
|
389
|
211
|
280
|
ƩX1 = 1.260 ƩX2 = 1.610 ƩX3 = 786 ƩX4 = 1.106
ƩX12 = 397.010 ƩX22= 648.580 ƩX32 = 154.878 ƩX42 = 306.250
XI = 315 XII = 402,5 XIII = 196,5 XIV = 276,5
ƩXt = 4.762
ƩX2t = 1.506718
N = 16
K = 4
N = 4
Ʃn = 16
1. JK Total = ƩX2t – (Ʃxt)2
N
= 1.506718– (4.762)2
16
= 1.506718 – 1.417.290,25
= 89.427,75
2. JK Antar Kelompok = ƩX2 ak
JKak = (1.260)2 + (1.610)2 + (786)2 + (1.106)2 _ (4.762)2
4 4 4 4 16
= 396.900 + 648.025 + 154.449 + 305.809 –
1.417.290,25
= 87.892,75
3. JK Dalam Kelompok = JKt – JKak
= 89.427,75 – 87.892,75
= 1.535
4. RJKak = JKak
K – 1
= 87.892,75
( 4 – 1)
= 29.297,583
5. RJKdk = JKdk
Ʃ(ni – 1)
= 1.535
4 ( 4 – 1)
= 1.535
12
= 127,916
F hit = RJKak
RJKdk
= 29.297,583
127,916
= 229,037
Daftar I (tabel)

= 3,49
Ʃ(ni – 1) à 12
F hit > F tabel
229,037 > 3,49 à ada perbedaan antar kelompok
Jadi, adaperbedaan antar kelompok
Sehingga dilakukan uji scheffe
F hit = (Xa – X j)2 .
RJKdk + RJKdk
na ni
1.) Kelompok I vs Kelompok II
F hit = (315 – 402,5)2 .
127,916 + 127,916
4 4
= 7656,25
63,958
= 119,707
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 119,707à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I.M dan S.C
2.) Kelompok I vs Kelompok III
F hit = (315 – 196,5)2 .
127,916 + 127,916
4 4
= 14.042,25
63,958
= 219,554
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 219,554à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I.M dan P.O
3.) Kelompok I vs Kelompok IV
F hit = (315 – 276,5)2 .
127,916 + 127,916
4 4
= 1.482,25
63,958
= 23,175
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 23,175 à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I.M dan I.P
4.) Kelompok II vs Kelompok III
F hit = (402,5 – 196,5)2 .
127,916 + 127,916
4 4
= 42.436
63,958
= 663,497
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 663,497à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok S.C dan P.O
5.) Kelompok II vs Kelompok IV
F hit = (402,5 – 276,5)2 .
127,916 + 127,916
4 4
= 15.876
63,958
= 248,225
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 248,225à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok S.C dan I.P
6.) Kelompok III vs Kelompok IV
F hit = (196,5 – 276,5)2 .
127,916 + 127,916
4 4
= 6.400
63,958
= 100.065
F’ = (K – 1) F tabel
= (4 – 1) 3,49
= 3 x 3,49
= 10,47
F’ < Fhit
10,47 < 100.065à ada perbedaan yang signifikan antara kelompok P.O dan I.P
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengaruh cara pemberian terhadap absorpsi obat. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengenal, mempraktekkan dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur. Dari percobaan ini diharapkan dapat diketahui pengaruh cara pemberian obat terhadap daya absobsinya yang selanjutnya akan berpengaruh pada efek farmakologi obat.
Waktu pemberian obat merupakan salah satu faktor kecepatan absorpsi suatu obat. Waktu yang diperlukan suatu obat untuk bekerja sampai dengan menimbulkan efek ada dua, yaitu onset dan durasi. Absorbsi suatu obat merupakan proses perpindahan obat dari tempat aplikasi menuju sirkulasi sistemik.
Pada praktikum kali ini, menggunakan hewan uji sebanyak 16 mencit yang dibagi menjadi 4 rute pemberian yang berbeda. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat seingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Pemberian obat pada hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok yaitu peroral, intramuscular, subcutan dan intraperitoneal. Tiap kelompok terdiri dari 4 mencit, hal ini bertujuan untuk membandingkan hasil dan menghitung secara statistik apakah ada perbedaan signifikan antar kelompok perlakuan. Pada kelompok kami mencit diberikan obat secara per oral.
Peralatan dan bahan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah jarum berujung tumpul (untuk peroral) atau sonde, timbangan, kotak kaca untuk perlakuan dan beaker glass. Bahan yang dibutuhkan adalah injeksi luminal 200 mg/ 2 mL dan larutan CMC-Na 0,5%. Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme kerja menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang diberikan secara iotoforetik.
Sebelum melakukan percobaan ini, terlebih dahulu menentukan volume pemberian obat dengan menghitung dosis masing-masing mencit berdasarkan berat badannya. Adapun pada kelompok kami BB mencitnya adalah 35 g dan 30 g. Volume pemberian dihitung berdasarkan BB mencit, selanjunya dihitung dengan dosis obat berdasarkan berat mencit terbesar yaitu 35 g. Setelah diperoleh larutan stok, kemudian dihitung volume pemberiannya dengan membagi dosis dengan stok sediaan. Larutan stok dibuat dengan mencampurkan larutan injeksi luminal yang pelarutnya minyak dengan larutan CMC-Na 0,5% sehingga terbentuk suspensi sediaan. Setelah dilakukan perhitungan larutan stok diperoleh jumlah larutan injeksi luminal yang diambil yaitu 16,8 unit dilarutkan dengan 3 mL CMC-Na 0,5%. Dari perhitungan diperoleh hasil volume pemberian untuk mencit adalah 0,5 mL dan 0,4265 mL.
Setelah larutan stok dipersiapkan, selanjutnya dipersiapkan mencit yang akan digunakan untuk perlakuan. Dalam hal ini, cara memegang mencit harus diperhatikan agar proses pemberian obat dapat berjalan lancar dan meminimalisir terjadinya kesalahan. Adapun cara memegang mencit yang benar adalah awalnya ujung ekor mencit diangkar dengan tangan kanan, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin misalnya kasa, ram kawat, sehingga kalau ditarik mencit akan mencengkeram. Telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk ekornya masih dipegang dengan tangan kanan. Kemudian posisi tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri.
Setelah mengkondisikan posisi mencit, selanjutnya diberikan obat untuk mengetahui perbandingan kecepatan absorbsinya berdasarkan waktu onset dan waktu durasinya. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
Intramuscular
|
Subcutan
|
Peroral
|
Intraperitoneal
| ||||
Onset
|
Durasi
|
Onset
|
Durasi
|
Onset
|
Durasi
|
Onset
|
Durasi
|
23
|
312
|
42
|
421
|
116
|
190
|
63
|
277
|
16
|
321
|
43
|
403
|
110
|
184
|
57
|
289
|
14
|
308
|
47
|
397
|
125
|
201
|
53
|
260
|
12
|
319
|
43
|
389
|
120
|
211
|
59
|
280
|
1. Oral
Pemberian obat secara per oral merupakan rute pemberian jalur eternal melalui gastrointestinal. Pada cara ini dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul. Hal ini dikarenakan untuk menghindari atau meminimalisir terjadinya infeksi akibat luka yang disebabkan oleh jarum suntik. Diambil 0,5 mL dan 0,4285 mL larutan luminal dalam 0,5% CMC-Na kemudian dimasukkan pelan-pelan kedalam mulut mencit melalui langit-langit kearah belakang esophagus. Apabila jarum sudah masuk melalui esophagus mencit, kemudian jarum didiamkan tanpa ditekan maka akan masuk sendiri sampai hampir seluruh jarum masuk dalam mulut mencit. Setelah jarum benar-benar masuk esophagus mencit, kemudian cairan dimasukkan sampai larutan dalam jarum suntik habis. Jangan dipaksakan masuk, karena akan menyebabkan luka pada mencit dan dapat mempengaruhi hasil percobaan.
Berdasarkan percobaan tersebut, kondisi mencit sebelum diinjeksi sehat dan aktif, setelah diberikan luminal mencit menjadi lemas dan reflek balik badannya hilang. Hilangnya reflek balik badan tersebut ditandai dengan hilangnya kemampuan hewan uji untuk membalikkan badan dari keadaan terlentang. Kemudian dihitung onset dan durasi luminal, onset dihitung dari saat pemberian obat hingga timbulnya efek obat pada percobaan ini diperoleh 116’, 110’, 125’ dan 120 menit. Durasi dihitung dari saat muncul efek obat sampai obat tidak berefek, diperoleh hasil 190’, 184’, 201’ dan 211 menit. Absorbsi obat dengan pemberian secara peroral pada waktu onset terjadi paling lama, dikarenakan absorbsinya harus melewati epitel usus halu yang permukaannya luas karena berbentuk vili yang berlipat dan lambung karena dindingnya tertutup lapisan mukus yang tebal.
2. Subcutan
Pemberian obat secara subcutan merupakan pemberian obat melalui parenteral dengan menggunakan jarum atau spuit yang berisi 100 unit. Penyuntikan dilakukan dibawah kulit tengkuk mencit, dilakukan secara hati-hati karena dapat menembus pada daging mencit.
Pemberian subcutan diberikan karena daerah subcutan memiliki suplai darah yang baik dari kapiler-kapiler dan pembuluh limfa. Setelah injeksikan, diamati reflek balik badan mencit sehingga diperoleh waktu onset 42’, 43’, 47’ dan 43 menit. Waktu durasinya adalah 421’, 403’, 397’ dan 389 menit. Absorbsi obat dengan pemberian secara subcutan lebih cepat dibandingkan dengan p.o dan i.p namun lebih lama dari i.m, namun pada waktu durasi merupakan yang paling lama. Hal tersebut dikarenakan pada pemberian subcutan tidak mengalami fase firs pass sehingga tidak melalui saluran pencernaan dan vena portal, sehingga absorbsinya berlangsung agak lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.
3. Intramuscular
Pemberian melalui intramuscular merupakan pemberian secara parenteral. Pemberian melalui intramuscular dilakukan pada gluteus maximus (otot paha) dari mencit dengan menggunakan spuit 100 unit. Sebelum menginjeksikan obat, terlebih dahulu memposisikan mencit dengan pposisi terlentang dan kaki agak ditarik keluar agar paha bagian luar terlihat, lalu bagian paha mencit terlebih dahulu diraba untuk menemukan otot paha mencit. Pemberian obat melalui i.m ini harus dilakukan oleh dua orang, dimana satu orang bertugas memegang mencit dengan posisi telentang dan satu orang lagi menginjeksikan pada mencit. Penginjeksian ini dilakukan dengan hati-hati karena bisa saja spuit menembus tulang paha dan dapat menyebabkan cacat tulang paha mencit. Injeksi dilakukan dengan sudut kurang lebih 45º dari otot sehingga obat masuk kedalam serabut otot lurik.
Absorbsi obat melaui i.m memiliki waktu onset paling cepat yaitu 23’, 16’, 14’ dan 12 menit, sedangkan durasinya lebih lama dibandingkan p.o dan i.p namun lebih cepat dibanding s.c yaitu 312’, 321’,308’ dan 319 menit. Hal tersebut dikarenakan obat akan langsung terabsorbsi ke sirkulasi sistemik, tidak melewati first pass elimination di hepar dan hidrolisis oleh enzim dalam pencernaan.
4. Intraperitoneal
Pemberian obat melalui peritoneal diberikan dengan cara pertama diposisikan mencit telentang, kemudian bagian perut yang akan diinjeksikan adalah bagian yang berada ditengah garis sejajar jika ditarik dari ujung kepala hingga bawah perut mencit. Pada saat menginjeksikan harus hati-hati karena dapat saja menembus organ usus dan dapat berakibat kebocoran usus dan kematian. Diharapkan pemberian obat melalui i.p ini dapat diabsorbsi cepat karena pada mesentrium banyak pembuluh darah, sehingga absorbsinya lebih luas.
Secara teoritis, onset intraperitoneal paling pendek dibandingkan dengan cara pemberian lainnya. Hal tersebut berkebalikan dengan hasil praktikum kami, dikarenakan waktu onset pada i.p adalah lebih lama dibandingkan i.m dan s.c namun lebih cepat dibandingkan p.o. Sedangkan untuk waktu durasinya lebih lama dari p.o namun lebih cepat dibanding i.m dan s.c.
Berdasarkan hasil praktikum, terjadi beberapa kesalahan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan teori. Adapun beberapa kesalahan tersebut adalah :
1. Kesalahan penyuntikan pemberian obat.
2. Kesalahan dalam menghitung waktu onset.
3. Faktor pengganggu lainnya, seperti keadaan mencit, sediaan obat dan faktor lingkungan.
Analisis secara statistika, diperoleh hasil adanya perbedaan pada masing-masing kelompok, sehingga dilakukan uji scheffe. Setelah dihitung menggunakan uji scheffe diperoleh hasil kelompok i.m dengan s.c, i.m dengan p.o, i.m dengan i.p, s.c dengan p.o, s.c dengan i.p dan p.o dengan i.p masing-masing memiliki perbedaan yang signifikan.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali pengaruh pemberian obat, dapat disimpulkan :
1. Pemberian obat yang paling cepat waktu onsetnya adalah dengan cara Intra muscular.
2. Pemberian obat yang paling cepat waktu durasinya adalah dengan cara peroral.
3. Pemberian obat yang paling lama waktu onsetnya adalah dengan cara peroral.
4. Pemberian obat yang paling lama waktu durasinya adalah dengan cara subcutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar