BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit yang fatal. Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-hati pada korban yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggan. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida. Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut.
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggan. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida. Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Untuk mengetahui gejala klinis terkena sianida
2. Untuk mengetahui pengobatan sianida secara Farmakologi dan Non Farmakologi
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Keracunan Sianida
Bahan kimia beracun didefinisikan sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya. Umumnya zat-zat toksik masuk lewat pernapasan atau kulit, kemudian beredar ke seluruh tubuh atau ke organ-organ tertentu. Bahan kimia tersebut dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, dan lain-lain.
Untuk menentukan klasifikasi racun berdasarkan tingkat daya racunnya ditentukan dengan besarnya LD50 (Lethal Dose 50). LD50 adalah besarnya dosis racun yang diberikan kepada binatang percobaan yang mengakibatkan ½ (50%) dari binatang tersebut mati. Berdasarkan LD50 klasifikasi racun dapat dibagi (mg/kg) sebagai berikut (ILO, 1991):
Tingkat I
|
Supertoxic
|
> 1
|
Tingkat II
|
Extremely oxic
|
1 - 5
|
Tingkat III
|
Highly toxic
|
5 - 50
|
Tingkat IV
|
Moderately toxic
|
50 - 500
|
Tingkat V
|
Slighly toxic
|
500 - 5000
|
Tingkat VI
|
Practically non toxic
|
5000 - 15000
|
Secara ringkas klasifikasi keracunan dibedakan sebagai berikut (Purwandari, 2006) :
ü Menurut cara terjadinya:
a. Self poisoning
Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba menggunakan obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
b. Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
c. Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut.
d. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.
ü Menurut waktu terjadinya keracunan
1. Keracunan kronis
Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif kecil.
2. Keracunan akut
Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit mendadak.
ü Menurut alat tubuh yang terkena
1. Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP, racun jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh banyak obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi /mengenai satu organ saja.
Senyawa Beracun Sianida
Hidrogen sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond (Nio, 1989). Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada anak-anak (Olson, 2007). Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).
Takaran atau dosis sianida (Olson 2007 & Meredith 1993) :
a. Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3, dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.
b. Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit.
c. Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit.
Masuknya Senyawa Sianida ke Tubuh
Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan. Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:
a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti).
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin parah (Henry, 1997).
b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi)
Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan. (Henry, 1997).
c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray
Orang yang bekerja dengan zatzat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa racun dapat masuk melalui kulit (Henry, 1997).
B. ETIOLOGI
Menghirup asap, menelan, dan pajanan industri adalah sumber yang paling sering dari keracunan sianida.
a. Menghirup asap
Menghirup asap selama kebakaran industri atau rumah adalah sumber utama dari keracunan sianida di Amerika Serikat. Individu dengan menghirup asap dari kebakaran di ruang tertutup, kemudian pasien menunjukkan adanya jelaga di mulut atau hidung atau saluran napas, adanya perubahan status mental, atau hipotensi dapat diduga memiliki keracunan sianida yang signifikan (konsentrasi sianida darah> 40 mmol / L atau sekitar 1 mg / L).
Banyak senyawa yang mengandung nitrogen dan karbon dapat menghasilkan gas hidrogen sianida (HCN) ketika dibakar. Beberapa senyawa alami (misalnya, wol, sutra) menghasilkan HCN sebagai produk pembakaran. Plastik rumah tangga (misalnya, melamin di piring, akrilonitril dalam cangkir plastik), busa poliuretan di bantal furniture, dan banyak senyawa sintetis lainnya dapat menghasilkan konsentrasi mematikan dari sianida ketika dibakar di bawah kondisi yang sesuai dengan konsentrasi oksigen dan suhu.
b. Keracunan yang disengaja
Sianida konsumsi adalah cara yang biasa, namun efektif, bunuh diri. [15] kasus ini biasanya melibatkan perawatan kesehatan dan laboratorium pekerja yang memiliki akses ke garam sianida ditemukan di rumah sakit dan laboratorium penelitian.
c. Paparan industri
Sumber-sumber industri yang mengandung sianida tak terhitung jumlahnya. Sianida digunakan terutama dalam perdagangan logam, pertambangan, manufaktur perhiasan, pencelupan, fotografi, dan pertanian. Proses industri tertentu yang melibatkan sianida termasuk logam pembersihan, reklamasi, atau pengerasan; pengasapan; electroplating; dan pengolahan foto. Selain itu, industri menggunakan sianida dalam pembuatan plastik, sebagai perantara reaktif dalam sintesis kimia, dan pelarut (dalam bentuk nitril).
Paparan garam dan sianogen kadang-kadang menyebabkan keracunan; Namun, risiko yang signifikan untuk beberapa korban terjadi ketika produk ini datang ke dalam kontak dengan asam mineral karena adanya gas HCN. Sebuah insiden korban massal dapat berkembang pada kecelakaan industri di mana sianogen klorida kontak dengan air (misalnya, selama proses pemadaman kebakaran). Kontainer sianogen klorida dapat pecah atau meledak jika terkena panas tinggi atau tersimpan terlalu lama.
d. Paparan iatrogenik
Vasodilator natrium nitroprusside, bila digunakan dalam dosis tinggi atau selama periode hari, dapat menghasilkan konsentrasi beracun untuk sianida di darah. Pasien dengan cadangan tiosulfat rendah (misalnya pasien kurang gizi, atau pasien pascaoperasi) berada pada peningkatan risiko untuk terkena keracunan sianida, bahkan meskipun diberikan pada dosis terapi. Pasien awalnya mengalami kebingungan dan kemudian dirawat unit perawatan intensif (ICU). Masalah dapat dihindari dengan pemberian hydroxocobalamin atau natrium tiosulfat.
e. Konsumsi Tanaman atau Makanan yang Mengandung Sianida
Konsumsi suplemen yang mengandung sianida memang jarang. Amygdalin (laetrile sintetis, juga dipasarkan sebagai vitamin B-17), yang berisi sianida, mendalilkan memiliki sifat antikanker karena aksi sianida pada sel kanker. Namun, laetrile tidak menunjukkan aktivitas antikanker dalam uji klinis pada manusia pada tahun 1980 dan pada akhirnya tidak dijual secara medis, meskipun dapat dibeli di Internet oleh pihak-pihak yang mengiklankan tanpa berbasis ilmiah.
Amygdalin dapat ditemukan pada banyak buah-buahan, seperti aprikot dan pepaya; dalam kacang-kacangan mentah; dan pada tanaman seperti kacang, semanggi, dan sorgum. Amygdalin dapat dihidrolisis menjadi hidrogen sianida, dan menelan jumlah besar makanan tersebut dapat mengakibatkan keracunan.
C. PATOFISIOLOGI
Paparan sianida paling sering terjadi melalui inhalasi atau menelan, tapi sianida cair dapat diserap melalui kulit atau mata. Setelah diserap, sianida memasuki aliran darah dan didistribusikan dengan cepat ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Di dalam sel, sianida menempelkan metaloenzim di mana-mana, membuat sel tidak aktif. Ini adalah inti pokok hasil toksisitas dari inaktivasi sitokrom oksidase (di sitokrom a3), sehingga menghambat fosforilasi oksidatif mitokondria dan menghambat respirasi seluler, bahkan ketika tubuh memiliki asupan oksigen yang memadai. Pergeseran metabolisme dari aerobik untuk anaerobik akan memproduksi asam laktat. Akibatnya, jaringan dengan kebutuhan oksigen tertinggi (otak dan jantung) akan sangat dipengaruhi oleh keracunan sianida akut, yang akan berefek kejang dan henti jantung.
LCt50 (konsentrasi zat dan waktu untuk membunuh 50% sel kelompok yang terpapar) untuk hidrogen sianida adalah 2500-5000 mg/ min / m3. Pajanan uap dalam konsentrasi tinggi (pada atau di atas LCt50) biasanya dapat menyebabkan kematian dalam 6-8 menit. Dosis oral yang mematikan dari HCN diperkirakan sebesar 50 mg dan dosis oral mematikan dari garam sianida diperkirakan 100-200 mg. Untuk pajanan kulit, LD50 (dosis yang mampu membunuh 50% dari kelompok terpapar) diperkirakan 100 mg / kg.
Cyanogen klorida digunakan dalam pertambangan dan logam, dan dengan demikian dapat menjadi penyebab dalam kecelakaan industri. Dengan sifat klorin, sianogen klorida menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernapasan dan toksisitas paru yang berpotensi sama untuk gas klorin atau fosgen. Dalam konsentrasi tinggi (misalnya, di ruang tertutup), agen ini cepat bertindak dan mematikan, menyebabkan kematian dalam waktu 6-8 menit jika terhirup pada dosis pada atau di atas LCt50 nya yaitu 11.000 mg / min / m3.
Sianida merusak metabolisme karena kekurangan rodanese sehingga dapat menjadi penjelasan ke perkembangan atrofi optik, yang mengarah ke kebutaan subakut. Sianida juga dapat menyebabkan beberapa efek buruk yang terkait dengan merokok kronis, seperti amblyopia karena tembakau.
D. MEKANISME
Mekanisme dalam tubuh
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin.
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida (Gambar 1). Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.
Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion Hidrogen.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal bebasnya.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin (Olson, 2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh.
Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi proses berkelanjutan yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA mitokondria.
Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).
E. GEJALA KLINIS
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari;
· Dosis sianida
· Banyaknya paparan
· Jenis paparan
· Tipe komponen dari sianida
· Dosis sianida
· Banyaknya paparan
· Jenis paparan
· Tipe komponen dari sianida
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah;
· Hiperpnea sementara,
· Nyeri kepala,
· Dispnea
· Kecemasan
· Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
· Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah;
· Hiperpnea sementara,
· Nyeri kepala,
· Dispnea
· Kecemasan
· Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
· Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi tanda ini tidak selalu ada.
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi tanda ini tidak selalu ada.
F. PENGOBATAN
Antidotum Sianida
Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung
Ø Pembentukan methemoglobin
Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion besi pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin. Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi. Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30% methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah 40% senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara lebih cepat (Meredith, 1993).
Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida.Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase (Meredith, 1993).
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5% (Olson, 2007).
Ø Detoksifikasi sulfur
Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ke mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993).
Ø Kombinasi langsung
Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan hidroksobalamin (Meredith, 1993).
Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari sianokobalamin (vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan pada keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk methemoglobin (Meredith, 1993). Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah intravaskular maupun di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular. Pemberian natrium tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk mendetoksifikasi keracunan sianida (Meredith, 1993).
Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal sebesar 2.5 gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal sianida. Hidroksikobalamin tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat jarang.
Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida. Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida dibandingkan dengan kombinasi nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobaltisianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA adalah reaksi anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher, dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat menyebabkan hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh dari keracunan sianida (Meredith, 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Henry, J.A., H.M., Wiseman, 1997, Management of Poisoning : A handbook for health care workers, World Health Organization, Geneva
Meredith, T.J., 1993, Antidots for Poisoning by Cyanide, http://www.inchem.org/, diakses pada 28 September 2007
Olson, K. R., 2007, Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147, Prentice-Hall International Inc., USA
Utama, Harry Wahyudhy, 2006, Keracunan Sianida, http://klikharry.wordpress.com/about/, diakses pada 28 September 2007
Nio, 1989, Zat-zat Toksik yang Secara Alamiah Ada pada Bahan Makanan Nabati, Cermin Dunia Kedokteran,
Donatus, I.A., 1997, Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan Bahan Berbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Nita dkk, Michael, Irma, Erni, Mulyati, Ridwan, 2005, Toksikologi Forensik http://www.freewebs.com/toksikologiforensik/obat.htm, diakses pada 10 Desember 2008.
Purwandari R, 2006, Farmakologi-Toksikologi,
ILO (1991) "Fundamentals of Chemical Safety and Major Hazard Control".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar